Selasa, 21 Februari 2012

"AYAH"

(Bagian I)
Mungkin sudah banyak tulisan yang bertemakan “IBU”, setiap kali peringatan Hari Ibu 22 Desember. Banyak orang memanfaatkan moment ini, untuk mengenang jasa-jasa “IBU”. Kita hampir melupakan jasa-jasa orang yang juga memiliki peranan penting dalam hidup kita yaitu “AYAH”.

Ayah adalah orang keempat yang paling berjasa dan orang yang harus dihormati setelah ibu. Masih ingatkah kita seorang sahabat Nabi Muhammad SAW bertanya kepada Nabi SAW, ”Ya Rasulullah, siapakah orang yang harus aku hormati?, Rasulullah SAW menjawab “Ibumu”. Sahabat Nabi pun bertanya kembali, siapa lagi ya Rasulullah?, Nabi SAW menjawab “Ibumu”. Sahabat Nabi pun bertanya kembali, siapa lagi ya Rasulullah?, Nabi SAW menjawab “Ibumu”. Sahabat Nabi pun bertanya kembali, siapa lagi ya Rasulullah?, barulah Nabi SAW menjawab “Ayahmu”.

Berbicara soal “AYAH”, saya teringat dengan ayahku. Setiap kali aku bercerita tentang Beliau, air mataku sealu deras membasahi pipiku. Ketika saya melihat, film “Laskar Pelangi”, air mataku keluar begitu derasnya. Seolah-olah saya melihat sosok “AYAH” disana yang memperjuangkan sekolah hampir mati. Waktu tidurnya, tidak pernah panjang, beliau terus berfikir mempertahankan sekolah yang hampir tutup. Setiap kali waktu gajian tiba, ayahku selalu bingung, karena uang dari murid-muridnya tidak cukup untuk gaji guru dan karyawan. Sering kali orang mengejek bapakku yang membawa vespa butut dan sekolahnya yang kumuh seperti kandang ayam, beliau sempat tersinggung dengan kata-kata salah seorang temannya, tetapi menurut beliau itulah perjuangan.

Ayahku merasa bersalah pada orang yang mendirikan sekolah itu, jika sekolah tersebut harus tutup. Namun, segala upaya sudah dilakukan oleh ayah untuk mempertahankan sekolah itu, mulai dari mencari donator untuk membayar SPP murid-muridnya sampai sekolahnya di gratiskan. Banyak orang yang meremehkan kualitas sekolah yang dipimpin ayah, walaupun sudah digratiskan, tidak satu orang pun melirik sekolah yang dipimpin ayah. Begitu lelahnya hari-hari ayah untuk memperjuangkan sekolah itu. Ayahku bukan PNS, Beliau seorang pendakwah bahasa kerennya dai gaji Ayah tidak menentu. Bersama ibu, ayah bisnis kecil-kecilan, dari warung ke warung mereka menitipkan barang dagangannya. Namun, Ayah dan Ibu pun terus memacu kami anak-anaknya untuk terus sekolah hingga S1. Budaya gali lubang tutup lubang dilakukan ayah, untuk memperjuangkan kelangsungan hidup dan sekolah kami. Ibuku adalah motifator yang hebat, karena keikhlasan dan kesabarannya yang tinggi hingga ayah terus berjuang, walaupun terasa pahit kami hadapi.

Saya mendapat banyak pelajaran dari hidup mereka, dua orang manusia yang hidupnya merantau jauh dari orang tua dan sanak keluarga berjuang untuk hidup kami. Ayah tidak pernah menuntut saya menjadi anak yang selalu peringkat 1 di kelas. Suatu ketika nilai ujianku jelek dan hal itu diketahui oleh ayah. Saya pun menangis dihadapannya karena malu, malu tidak bisa memberi yang terbaik untuk ayah. Ayah pun tidak pernah memarahi aku, ketika nilaiku jelek. Beliau berkata “sudah, tidak apa-apa, namanya juga belajar.” Saya semakin menangis tersedu-sedu dan ayah tetap tersenyum padaku. Ayah dan Ibu, terima kasih atas segalanya. Mudah-mudahan jasa-jasamu dicatat sebagai amal ibadah oleh Allah SWT dandipermudah untuk masuk Surga Firdaus. Amien…

Tidak ada komentar: