Begitu
tingginya angka perceraian di Indonesia, yang mana setiap tahun terus meningkat
menunjukkan bahwa akhlaq dan moral bangsa Indonesia kian terpuruk. Keluarga
adalah gerbong pertama bagi kita, untuk menata akhak dan moral yang baik, namun
kita tidak bisa menata keluarga yang sakinah
mawaddah warahmah karena pengetahuan tentang agama saja minim, bagaimana
bisa membentuk keluarga sesuai tuntunan agama.
Masyarakat
kita kini, jauh dari majelis-,majelis ilmu salah satunya pengajian, hatinya
menjadi kering, sehingga naluri kemanusiaanyya hilang. Misalnya saja, budaya
pacaran begitu marak di negeri ini, sehingga menghasilkan kemaksiatan yang
begitu banyak, salah satunya free sex, hamil diluar nikah menjadi bukan hal
tabu lagi untuk saat ini, itu adalah hal biasa di era globalisasi ini.
Hal
yang perlu kita ketahui adalah Tujuan utama menikah itu untuk beribadah kepada
Allah SWT, ketika menikah diharapkan ibadah kepada Allah SWT frekuensinya jadi
lebih meningkat, akan tetapi banyak masyarakat kita saat ini banyak yang
menikah tanpa bekal ilmu pengetahuan agama, sehingga mereka menikah berasumsi
bahwa menikah untuk menghalalkan hubungan suami istri dan memiliki keturunan
saja. Padahal dalam Islam, menikah tidak sekedar menghalalkan hubungan suami
istri dan memperoleh keturunan, ini bukanlah tujuan utama menikah, akan tetapi
hakikat menikah itu adalah mencari ketenangan hati.
Nabi
Dzakaria as yang sudah tua renta belum juga diberi keturunan, karena istrinya
mandul. Beliau tidak menceraikan istrinya, Nabi Ayyub as yang diuji oleh Allah
SWT dengan penyakit menahun juga tidak menceraikan istrinya atau menyuruh
istrinya untuk menikah lagi. Mereka tetap istiqomah dalam beribadah kepada
Allah SWT.
Masyarakat
Eropa dan Amerika ketika berpacaran harus melakukan hubungan suami istri, jika
tidak melakukan maka mereka tidak gaul. Kita orang muslim, bukan orang kafir,
jadi harus mengikuti aturan yang sudah ditetapkan oleh Allah SWT. Free sex,
bukan budaya orang muslim, budaya orang muslim adalah menikah, tidak melakukan
free sex.
Kita
lihat Angka perceraian di Kota Malang saja ternyata naik setiap tahunnya.
Terhitung sejak Januari hingga Oktober tahun 2012 lalu, Pengadilan Agama Kota
Malang telah melakukan sidang perceraian pada 1.524 pasangan suami istri dan
diprediksikan jumlah perceraian akan meningkat lagi di tahun 2013. (30/01/2013)
diambil dari Beritajatim.com
penyebab perceraian juga beragam, antara lain faktor, ekonomi, keberadaan Wanita Idaman Lain (WIL), suami tidak bertanggung jawab dan ketidaknyamanan dalam berkeluarga. Penyebab perceraian ini, yang paling utama adalah karena mereka tidak pernah menjalankan agamanya dengan baik, yang disebabkan minimnya pengetahuan agamanya, sehingga tidak ada mawaddah dalam keluarganya.
penyebab perceraian juga beragam, antara lain faktor, ekonomi, keberadaan Wanita Idaman Lain (WIL), suami tidak bertanggung jawab dan ketidaknyamanan dalam berkeluarga. Penyebab perceraian ini, yang paling utama adalah karena mereka tidak pernah menjalankan agamanya dengan baik, yang disebabkan minimnya pengetahuan agamanya, sehingga tidak ada mawaddah dalam keluarganya.
Menurut
Dirjen Bimas Islam Depag Prof. Nasarudin Umar “Perceraian Ini harus diwaspadai,
karena dapat mengganggu keutuhan dan kelanjutan masa depan bangsa,"
Apabila angka perceraian di masyarakat terus mengalami peningkatan, itu menjadi
bukti kegagalan dari kerja Badan Penasehat pembinaan Pembinaan Pelestarian
Perkawinan (BP4). (15/7/2008).disadur dari detiknews.
Hal
ini menarik simpati bagi ibu-ibu ‘Aisyiyah Kota Malang, khususnya Pimpinan
Daerah ‘Aisyiyah Kota Malang tentang maraknya angka perceraian di Kota Malang,
sehingga mereka berinisiatif membuat Klinik Keluarga Sakinah, salah satu
programnya adalah membuat kegiatan Kuliah Nikah yang dilaksanakan pada Tanggal
8-9 Juni 2013 dan 15-16 Juni Hari sabtu-Ahad, di Ruang ICMI kampus II UMM,
kegiatan ini dilakukan sebanyak 4 kali
pertemuan dalam satu kali kegiatan, materinya tidak beda jauh dengan materi
yang harus diberikan oleh BP4 kepada calon pengantin di Kota Malang.
Jika membaca Keputusan
Menteri Agama RI No 477 Tahun 2994 tentang pencatatan Nikah dalam Bab IX
tentang akad Nikah Pasal 18 ayat 3, bahwa dalam waktu 10 hari sebelum penghulu
/ pembantu penghulu meluluskan akad nikah, calon suami istri diharuskan
mengikuti kursus calon pengantin dari Badan Penasehatan, Pembinaan dan
Pelestarian Perkawinan ( BP4) setempat.
Tidak
semua KUA yang memiliki Badan Penasehatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan
( BP4) melakukan kursus calon pengantin. Namun, saat akad nikah telah usai para
calon pengantin dan para pengantin mendapat sertifikat dari BP4 yang
menjelaskan bahwa calon pengantin telah mengikuti kursus calon pengantin pada
tanggal yang ditentukan oleh KUA dengan hasil yang baik.
Di
dalam sertifikat tersebut mencantumkan materi yang diikuti oleh calon pengantin
diantaranya adalah UU No 1 tahun 1974 dan PP No. 9 tahun 1975, Fiqih Munakahat,
Psikologi Perkawinan, Reproduksi Sehat, Managemen Keluarga, dan Pembinaan
Keluarga Sakinah. Biaya yang dikeluarkan oleh calon pengantin masing-masing
berbeda di setiap KUA kecamatan di Kota Malang mulai dari Rp. 300.000,- sampai
ada yang Rp. 400.000,-. Hal ini, tidak dijelaskan rincian biayanya untuk apa
saja. Kalau Kuliah Nikah yang diadakan oleh klinik Keluarga Sakinah PDA Kota
Malang, biaya kontribusinya sebesar Rp. 100.000,- perorang. Menurut teman-teman
saya yang menikah pada tahun 2010-2013 ini, tidak ada yang mengikuti kursus
calon pengantin yang diselenggarakan oleh BP4, mereka hanya datang ke KUA untuk
formalitas saja, tanpa ada materi yang harus diberikan oleh BP4.
KUA
Junrejo Kota Batu misalnya BP4nya melakukan pembinaan pra nikah dengan 3 cara,
pertama ceramah materi, pretest bagi calon pengantin, pemberian CD materi
karena materi tidak cukup habis dalam waktu satu hari, kemudian dilanjutkan
khutbah nikah.
Bapak
Sujoko Santoso mantan Kepala KUA Kota Malang, menyatakan bahwa pihak KUA yang
tidak melakukan kursus calon pengantin, maka mereka menyalahi prosedur yang
berlaku yang sudah tercantum dalam Keputusan Menteri Agama RI No 477 tahun 2004
tentang pencatatan nikah. Beliau juga bilang, saat beliau menjabat Kepala KUA
Kota Malang, jika ada calon pengantin yang belum mengikuti kursus calon
pengantin yang diselenggarakan oleh KUA, maka akad nikahnya ditunda, sampai
mereka mengikuti kursus calon pengantin. Penundaan pernikahan itu, bertujuan
agar calon pengantin memiliki bekal saat sudah menikah kelak. Beliau
mengibaratkan, Petani jika ingin pergi kesawah, maka mereka harus membawa
cangkul untuk mencangkul, begitu pula calon pengantin sebelum berumah tangga
harus dibekali alat atau ilmu pengetahuan tentang pernikahan agar tidak salah
melangkah dan terwujud keluarga yang sakinah
mawaddah warahmah.
Tingginya
angka perceraian di Kota Malang, bukanlah semata karena kurang berfungsinya BP4
Kota Malang, namun latar belakang kelurga, lingkungan hidup, latar belakang
pendidikan, latar belakang kualitas agamanya berpengaruh terhadap pola pikir
calon pengantin, mau dibawa kemana bahtera rumah tangganya. Oleh karena itu,
ada instansi-instansi tertentu yang memiliki Klinik Keluarga Sakinah yang
melakukan kuliah nikah. Mereka mengeluarkan sertifikat untuk para peserta kuliah
nikah.
Menurut
hemat penulis, untuk membantu meringankan tugas BP4 dalam menjalankan kursus
calon pengantin, maka salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh para
calon pengantin adalah harus sudah pernah mengikuti kuliah nikah dengan bukti
sertifikat yang dikeluarkan oleh instansi atau LSM tertentu yang mengadakan
kursus kuliah nikah. Agar para calon pengantin, tidak hanya menerima
sertifikatnya saja tanpa pernah mengikuti kursus nikah dari BP4 dengan materi
yang telah ditentukan dari BP4.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar