Sertifikasi
guru adalah angin segar bagi guru-guru di Indonesia, gaji mereka naik, menjadi
kesejahteraan hidup mereka ikut naik. Namun, jika cara memperolehnya salah,
maka akan merusak reputasi kita sebagai guru. Pada kenyataannya, guru adalah
manusia biasa yang penuh salah dan dosa. Dari merekalah ilmu pengetahuan bisa
disalurkan dengan baik ke murid-muridnya.
Ketika melihat data beberapa calon peserta sertifikasi guru
periode tahun 2013 di Kabupaten Lampung Utara, terkesan ganjil. Betapa tidak,
berdasarkan penelusuran Tribunlampung.co.id, di laman sergur.kemendiknas.go.id,
terdapat biodata guru peserta sertifikasi yang tidak masuk akal. Salah satunya
atas nama Nurwati, dari SDN 1 Madukoro. Dalam laman tersebut, yang bersangkutan
bernomor urut 37 dengan lama masa kerja 18 tahun. Padahal, umur guru tersebut
yang tertera baru 21 tahun.
Beginilah,
keadaan guru-guru kita, karena uang mereka mampu berbuat apapun. Dan ternyata
kini, guru bukanlah orang yang pantas untuk di gugu dan di tiru. Banyak orang
yang berprofesi sebagai guru, namun perilakunya jauh dari sifat seorang
pendidik. Melarang muridnya merokok, namun dirinya merokok, melarang muridnya
mencontek, namun ketika masih sekolah dulu, dirinya sering menyontek. Jika pendidiknya
seperti ini, bisakah kita menghasilkan generasi-generasi Islam yang Imtaqnya
bagus. Pertanyaan ini, hanyalah naluri kita yang bisa menjawab.
Sertifikasi
juga ada yang tidak merata, guru yang sudah lama bekerja dengan gelar Magister
dengan umur 55 tahun, dinyatakan tidak lolos seleksi sedangkan guru yang baru berumur
22 tahun, dinyatakan lolos seleksi sertifikasi guru. Ternyata, untuk menegakkan
keadilan sangatlah sulit di bumi Indonesia ini, karena banyak
kepentingan-kepentingan oknum yang menyalah gunakan program ini.
Wallahua’alam bishowab.