Sabtu, 07 Juli 2018

PEREMPUAN BUTA




Sekilas dari wajah mbok tama terlihat cantik dimasa mudanya, beliau memilih tinggal sendiri dibanding tinggal bersama anak angkatnya, di tengah gelapnya dunia, karena dua mata yang dimiliki mbok tama tidak lagi dapat berfungsi karena kekerasan suaminya kepadanya. Selama pernikahannya, mbok tama tidak dikarunia seorang anak pun, akhirnya mbok tama bersama suami memutuskan mengambil anak saudaranya untuk dipelihara.
Dimasa tuanya mbok tama memilih tinggal sendiri di gubuk yang terbuat dari bambu beralaskan tanah, hampir hari-hari hidupnya dihabiskan mbok tama di dalam kamar, kamar yang gelap tanpa sorotan lampu walaupun siang hari, karena kedua mata mbok tama kalau kena sinar matahari berlebihan terasa sakit. Rumahnya terlihat tertata rapi, karena setiap pagi mbok suka beres-beres rumah.
Bertahun-tahun mbok tama merasakan sakit dari kedua matanya, karena kedua bola matanya sudah diangkat oleh dokter, namun tidak mengurangi rasa sakitnya, padahal sebelum operasi kedua bola matanya diangkat untuk mengurangi rasa nyeri di sekitar bola matanya. Namun rasa nyeri itu tidak kunjung hilang.
Akhir-akhir ini, mbok tama selalu berada di dalam kamar, karena rasa nyeri pada kedua matanya datang secara tiba-tiba dan kedua matanya terus mengeluarkan air mata, sambil berada diatas ranjang di dalam kamar yang gelap, mbok tama merasakan sakit kedua matanya sampai terasa di kepala, tidak jarang beliau berguling-guling sendiri diatas kasur tanpa ada orang yang membantu menenangkannya.
“Assalamu’alaikum.” Kata mbak ima dari luar rumah mbok
“Wa’alaikum salam, kamu siapa.” Tanya mbok kepada mbak ima
“saya, ima mbok.”
“Orang mana?”
“Kemantren mbok.”
“Oh, saudaraku dari kemantren, ada perlu apa nak kesini.”
“Ada titipan uang buat mbok dari teman-teman.”
“Alhamdulillah, terima kasih ya nak.” Sambil mencari-cari tangan mbak ima, tangan mbok tama meraba-raba letak tangan mbak ima kemudian mbok tama menggenggam tangan mbak ima
Mbak ima mengetahui mbok tama dari guru SD Negeri yang tidak jauh dari rumah mbok tama. Para guru SD tersebut biasanya kerumah mbok untuk mengantar sedekah uang ke mbok tama, alhamdulillah tetangga sekitar mbok tama banyak yang peduli dengan mbok tama.
“Mbok tinggal sendirian disini?”
“Iya nak, soalnya saya tidak enak kalau hidup serumah dengan anak saya takut merepotkan, tapi tanah itu adalah tanah anakku, aku dibuatkan rumah sederhana sama anakku, anakku jualan bakso, sebenarnya anakku ingin membawa mbok pulang ke rumahnya tapi mbok tidak mau, setiap pagi saya dikirimi nasi dan dibuatkan kopi, rumahnya tidak jauh dari sini. Alhamdulillah tetangga di sekitar sini baik pada mbok, terkadang baju mbok dicucikan, saluran lampu dan air yang mengalir ke rumah mbok dari tetangga sebelah. Jika anak mbok telat ngirim makanan, tetangga mbok yang memberi makan mbok.
“Mbok buta sejak lahir? Tanya mbak ima pada mbok
“Tidak nak, Dulu saya bisa melihat, tapi karena sering dipukul oleh suami saya  di daerah wajah, sampai terlihat biru semua mata saya dan terkadang sampai berdarah, perlakuan itu sering terjadi pada saya nak.”
“Mata saya sering terluka dan terinfeksi, karena sering terkena benturan keras dari pukulan suami saya dan sering terinfeksi, kepala saya jadi sering pusing. Ketika dibawa ke dokter, dokter memutuskan mengangkat bola mata saya, agar rasa nyerinya hilang tapi sampai saat ini, rasa nyerinya kadang-kadang datang, dan itu membuatku tersiksa.”
Coba pegang pipi saya nak.” Tangan mbok tama mengambil tangan mbak ima untuk ditempelkan di pipinya mbok tama.
“Lho, iniloh nak, sakitnya tidak hilang-hlang jadinya air mata saya terus mengalir, sampai kedua kelopak mata saya hampir menempel, dulu sudah pernah dibawa ke dokter dan dibersihkan oleh dokter, tapi belum sembuh juga.
Suami saya seorang pencemburu berat, saat suami saya masih hidup, suami saya selalu marah setiap kali saya pulang dari pasar, pasti saya dihajar, katanya saya selingkuh dengan orang lain, daerah mata saya terkadang sampai berdarah. Anak angkat saya sampai ketakutan dengan tingkah laku bapaknya, terkadang sembunyi dibelakang badanku, mau membela saya tidak berani, karena bapaknya marah besar. Hampir setiap hari, saya berada di rumah karena takut suami saya marah, terkadang saya mencuri-curi waktu untuk keluar rumah membeli sesuatu karena saya harus membuatkan makanan untuk anak saya, saya tidak tau kenapa suami saya kalau marah seperti orang kesetanan, sehingga merugikan saya.
“Astaghfirullah, yang sabar ya mbok, semoga dengan sakitnya mbok, Allah mengangkat dosa-dosa mbok. Aamiinn..
Hampir setiap bulan, mbak ima kerumahnya mbok tama untuk menyalurkan uang sedekah dari para donatur, karena mbak ima sering mencarikan donatur untuk para janda tua yang hidup sendirian tanpa sanak saudara bersamanya.
Seiring berjalannya waktu, hampir satu tahhun mbak ima menyalurkan uang ke mbok tama, dan mbok tama sering kehilangan uang di dalam kamarnya, maklum mbok tama tidak bisa melihat jadi tidak tau siapa yang mengambil uang mbok tama.
Saat akan menyalurkan uang ke mbok tama, ternyata mbok tama tidak lagi berada di rumah yang biasanya dikunjungi mbak ima, mbak ima mengira mbok tama meninggal karena rumahnya sudah dirobohkan. Sambil berpikir kira-kira mbok tama kemana, akhirnya mbak ima menanyakan kabar mbok di tetangga depan rumah mbok.
“Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikum salam, iya bu cari siapa?”
“bu, mau numpang tanya, mbok tama sekarang tinggal dimana?”
“Tinggal di rumah anaknya bu, dari sini ibu lurus saja kemudian ibu tanya lagi disana, rumahnya ada gerobak baksonya bu, anaknya namanya senan.”
“Terima kasih ya bu, Assalamu’alaikum”
“Iya bu, wa’alaikum salam.”
Mbak ima bersama suami dan anak balitanya menaiki sepeda motor untuk mencari rumah anak mbok tama.
“Mohon maaf pak, rumah pak senan dimana ya pak.”
“Itu loh bu, rumah berwarna biru ada gerobak baksonya.”
“terima kasih pak.”
“Iya bu, sama-sama.”
Mbak ima berjalan sesuai arahan para tetangga mbok tama dan akhirnya mbak ima menemukan rumah yang dimaksud para tetangga mbok tama.
“Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikum salam’ mau cari siapa bu?”
“Mbok tamanya ada bu?”
“Ada bu, ibu siapa?”
“Saya ima dari kematren bu, biasanya saya ke rumah mbok tama yang diseberang jalan sana, tapi mbok tama tidak disana dan rumahnya sudah dibongkar, jadinya saya tanya tetangga sekitar rumah mbok kemarin, karena saya bingung mencari mbok tama, saya lihat rumahnya sudah dirobohkan.
“Iya bu, sudah hampir satu bulan mbok tama kami bawa pulang ke sini, kasihan tidak ada yang ngurusin terkadang mbok keras kepala kalau diajak pindah kesini, karena kondisinya akhir-akhir ini sering sakit, jadi kami ajak kesini agar bisa kami rawat, alhamdulillah mbok tama mau dan kalau disana uang yang diberi orang-orang sering hilang. Mbok tama punya anak takutnya orang-orang marah kepada kami, punya orang tua tidak dirawat, akhirnya kami boyong kesini bu.” Menantu mbok tama menjelaskan panjang lebar kenapa mbok tama di bawa pulang ke rumah anaknya.
“Alhamdulillah ya  bu, lebih enakan begini, kasihan kalau sendirian, tidak ada yang ngajak bicara, jadinya sering ngelamun nanti. Mudah-mudahan mbok tama,bahagia tinggal disini. Kata mbak ima keapda anaknya
“Mbok, Mbok ini loh ada tamu dari kemantren.”
“Siapa bnak, saudaraku dari kemantren?”
“Iya Mbok.”
Mbok yang semula berada di kamar keluar dari kamarnya dengan langkah yang agak berat, karena sudah sepuh kakinya agak berat untuk digunakan berjalan, badannya yang kurus terkadang saat saya pegang karena terlalu banyak berdiam diri diatas kasur, daerah pinggangnya terasa nyeri saat dipegang orang lain, pernah mbak ima tidak sengaja memegang bagian pinggangnya dan mbok berteriak kesakitan, sambil berkata
“Jangan dipegang keras-keras, punggung saya sakit!”
“Astaghfirullah, maaf ya mbok, tidak sengaja.”
“Iya nak tidak apa-apa, badan saya terasa nyeri jika dipegang.”
“Iya mbak, mbok sudah lama mengalami hal ini, hampir seluruh badannya saat disentuh selalu teriak kesakitan.
“Ini ada titipan uang mbok dari teman saya, mudah-mudahan barokah ya mbok.”
“Saya do’akan diluaskan rejekinya oleh Allah.”
“Aamiinn...”
“Saya langsung pamit ya mbok, sudah mau maghrib.”
“Kok buru-buru nak?”
“Iya mbok, saya merasa senang mbok tinggal disini, ada yang merawat mbok.”
“Iya nak, saya juga senang tinggal disini banyak temannya.
“Alhamdulillah kalau begitu mbok.”
“Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikum salam.”