Minggu, 23 November 2008

Kemiskinan

KEMISKINAN

Oleh: Drs Nurdin Hasan M.Ag
Salah satu tantangan umat Islam saat ini adalah lemahnya ekonomi umat (Dla’fu al-iqtishadi). Kita sering mendengar dan membaca bahwa pada saat ini masih ada sekitar 27 juta penduduk Indonesia yang masih hidup dibawah garis kemiskinan. Dari jumlah itu mereka kebanyakan adalah umat Islam.
Mengapa umat Islam itu masih banyak fakir dan miskin, untuk menjawab itu kita melihat dari dua sisi, disatu sisi kita kembalikan pada fakir miskin itu sendiri mengapa mereka masih tetap hidup dalam kefakiran dan kemiskinan. Jawabannya adalah. Pertama, golongan fakir miskin tidak giat bekerja atau lemah etos kerjanya, memang jawaban ini ada benarnya karena penelitian yang dilakukan World Bank yang pernah diungkapkan Dr. Amin Rais bahwa dari 45 bangsa di dunia ternyata bangsa Indonesia tidak termasuk yang paling rajin. Dan dari yang paling malas, ternyata kita termasuk menduduki rangking ke-45. Kedua. Mereka cepat menyerah kepada apa yang terjadi ketentuan Allah nasib dan untung manusia itu telah ditentukan Allah sejak zaman azali mereka serba fatalis yaitu pasrah bongko tanpa ada upaya-upaya untuk merubah nasib, padahal Al-Qur’an telah memberikan informasi kepada kita bahwa Allah itu tidak merubah nasib suatu kaum apabila kaun itu tidak merubah nasibnya. Jadi adanya upaya atau ikhtiar dengan sungguh-sungguh, baru kita bertawakal kepada Allah.
Artinya: “Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sehingga mereka mau merubah nasibnya (QS. Arrad 11). .
Disisi lain jawaban terhadap sebab-sebab timbulnya kefakiran dan kemiskinan yang melanda umat harus dikembalikan Kepada para pemimpin yang memiliki kekuasaan menentukan kebijakan yang tentang ekonomi rakyat yang mensejahterakan rakyat ,akan tetapi kenyataan kita alami kebijakan-kebijakan yang sangat memberatkan kehidupan rakyat dan bangsa Indoensia, menaikan harga BBM yang akan berdampak pada kenaikan-kenaikan pada sektor yang lain, dimana-mana asa orang tua bunuh anaknya ada orang tua membunuh diri ,keadaan dan jeritan rakyat semacam ini tidak didengar oleh pemimpin kita, baik dari Presiden sampai kepada tingkat yang paling bawah,baik pimpinan legislatif (MPR) dan DPR semuanya menjadi pemimpin bukan meningkatkan kesejahteraan masyarakat akan tetapi justru menyengsarakan rakyat, mereka lebih banyak memperjuang perut mereka dari pada nasibn rakyat kecil,bantuan tunai langsung tidak mendidik ,membuat rakayat semakin sulit dalam hidup ini.
kepada si kaya sendiri, yaitu karena enggan dan kurang pedulinya mereka untuk mengeluarkan zakat, infaq dan shodaqoh meeka kepada kaum fakir dan miskin untuk membantu meringankan beban mereka, serta untuk meningkatkan taraf ekonomi mereka. Pertama mereka beralasan bahwa zaman modern sudah ada sistem pajak yang teratur, oleh karena itu sistem zakat, karena antara zakat dan pajak tidak sama. Pajak dikeluarkan untuk negara sebagai kewajiban seorang warga negara, sementara zakat adalah kewajiban seorang kaya kepada fakir dan miskin atau mereka takut jika harta yang dikeluarkan untuk membantu fakir miskin akan menjadi habis seperti pertimbangan sekuler.
Kedua, karena kriteria Islam atau tidaknya seseorang atau kualitas kesalehan hidup seseorang biasanya diukur dari segi kualitas ibadah syhasyiyahnya (kewajiban bersifat pribadi) dari pada ibadah Ijtima’iyah (kewajiban bersifat sosial). Dalam arti untuk menilai saleh/tidaknya seseorang, biasanya diukur dari segi ibadah shalatnya atau ibadah hajinya dari pada ibadah zakat dan kewajiban shodaqoh, infaq dan lainnya, sehingga tidak heran setiap tahun orang kaya berbondong-bondong mendaftarkan diri untuk menunaikan ibadah haji, bahkan ada yang menunaikan 4 sanpai 5 kali. Padahal jelas Allah mengingatkan kepada kita bahwa kita harus menjalin hubungan kita dengan Allah secara vertikal dan juga menjalin hubungan kita dengan sesama nanusia secara horizontal.
Ketiga, karena pengaruh globalisasi, sekulerisasi, hidonisme pandangan materialisme, individualisme, sehingga harta orang kaya itu hanya dipakai dan lebih diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan keluarga sebagai kesenangan pribadi dan sebagainya, sementara upaya untuk mengarahkan pada merentas kemiskinan diabaikan.
Keempat, barangkali kurang percayanya orang-orang kaya pada pengelola zakat maal, shodaqoh, dan infaq menyebabkan mereka enggan untuk mengeluarkan zakatnya. Zakat, infaq dan shodaqoh sebagai ibadah sosial dalam rangka atau sebagai implementasi keimanan seseorang.
Manusia itu adalah makhluk sosial, ia tidak bisa hidup sendiri saling membutuhkan. Keberhasilan seseorang karena berkat bantuan orang lain, keberhasilan seorang pejabat karena berkat bantuan orang tua, guru dan masyarakat,. atas dasar itulah, maka sudah selayaknya pemimpin hendaklah mememuhi janjinya dan berusaha hidup yang kana’ah,membuka lapangan kerja baru,gaji para pemimpin perlu ditinjau kembali dan harus menyisihkan sebagian hartanya untuk fakir dan miskin dalam bentuk zakat maal dikoordinir secara betul dan transparan,demikian juga orang-orang beriman yang kaya harus menyisihkan sebagian hartanya yang dititipkan Allah untuk disalurkan kepada fakir dan miskin, baik berupa zakat, shodaqoh, dan infaq, begitu juga orang-orang miskin,jangan tunggu bantuan dari orang lain saja, akan tetapi perlu ada usaha dan kerja keras agar supaya tidak selalu menggantungkan diri pada orang lain saja.

Tidak ada komentar: