Detik
berganti detik, menit berganti menit, jam berganti jam, hari berganti hari,
bulan berganti bulan dan akhirnya tahun berganti tahun. Ada yang memaknai
setiap detik kehidupannya dan ada juga yang menyia-nyiakan hidupnya dengan
bermaksiat atau dengan melalaikan perintah agama. Manusia terlahir di dunia
untuk menunggu giliran mati, tapi pergantian tahun dirayakan dengan gaya yang hedonis. Seolah-olah tidak ingat bahwa
kematian telah mengintai kita. Kematian bagaikan bom waktu, apabila sudah habis
waktu hidup di dunia, maka ia akan meledak. Kematian mengintai kita, tapi apa
yang sudah kita lakukan saat menunggu kematian itu. Bekal apa yang sudah kita
kumpulkan untuk menemui Allah SWT.
Setiap
kejadian didunia ini pasti memiliki sebab-akibatnya. Perayaan tahun baru
memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Mengingat perayaan tahun baru adalah
hanya peringatan yang berbau budaya, bukan ibadah. Tahun baru masehi dan tahun
baru hijriyah memiliki latar belakang yang berbeda. Sudahkah kiita
mengetahuinya. Jika belum mengetahuinya, mengapa kita ikut berfoya-foya sambil
mengucapkan selamat tahun baru kepada semua orang. Bisa jadi, kita termasuk
orang yang mengakui budaya roma yang saat itu memiliki kepercayaan memiliki
banyak tuhan. Setiap kali tahun baru hijriyah, hanya sedikit orang yang
mengucapkan “Selamat Tahun Baru Hijriyah”
dan itu pun terasa biasa-biasa aja, tidak mengena esensi yang tertuang di dalam
pergantian Tahun Hijriyah. Namun, jika yang berganti adalah tahun baru masehi
atau tahun baru cina. Semuanya langsung menganalisa keberuntungannya di tahun
yang baru. Bukankah jalan hidup selanjutnya adalah rahasia Allah SWT.
Berbicara
mengenai tahun baru, tahukah kita apa itu tahun baru. Tahun baru adalah suatu perayaan di mana suatu budaya
merayakan berakhirnya masa satu tahun dan menandai
dimulainya hitungan tahun selanjutnya. Budaya yang mempunyai kalender tahunan
semuanya mempunyai perayaan tahun baru.
Secara
Nasional, Hari tahun baru di Indonesia jatuh
pada tanggal 1 Januari karena Indonesia
mengadopsi kalender Gregorian, sama
seperti mayoritas negara-negara di dunia. Di dunia ini banyak macam-macam tahun
baru, apalagi di Indonesia. Ada tahun baru saka, tahun baru cina, dan tahun
baru hijriyah, dan tahun baru lainnya.
Tahun Baru
pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM. Tidak lama setelah Julius Caesar dinobatkan
sebagai kaisar Roma, ia
memutuskan untuk mengganti penanggalan tradisional Romawi yang telah diciptakan sejak abad ketujuh SM. Dalam mendesain kalender baru ini, Julius Caesar dibantu oleh Sosigenes, seorang
ahli astronomi dari Iskandariyah, yang menyarankan agar penanggalan
baru itu dibuat dengan mengikuti revolusi matahari, sebagaimana yang dilakukan
orang-orang Mesir. Satu tahun
dalam penanggalan baru itu dihitung sebanyak 365 seperempat hari dan Caesar menambahkan
67 hari pada tahun 45 SM sehingga tahun 46 SM dimulai pada 1 Januari. Caesar juga memerintahkan agar setiap
empat tahun, satu hari ditambahkan kepada bulan Februari, yang secara teoritis bisa
menghindari penyimpangan dalam kalender baru ini. Tidak lama sebelum Caesar terbunuh di
tahun 44 SM, dia mengubah nama bulan Quintilis
dengan namanya, yaitu Julius atau Juli. Kemudian, nama bulan Sextilis diganti dengan nama pengganti Julius Caesar, Kaisar Augustus, menjadi bulan Agustus.
Penentuan dimulainya sebuah hari/tanggal pada Kalender Hijriyah berbeda
dengan pada Kalender Masehi. Pada sistem Kalender Masehi, sebuah hari/tanggal
dimulai pada pukul 00.00 waktu setempat. Namun pada sistem Kalender Hijriah,
sebuah hari/tanggal dimulai ketika terbenamnya matahari di tempat tersebut.
Kalender Hijriyah dibangun berdasarkan rata-rata silkus sinodik bulan kalender
lunar (qomariyah), memiliki 12 bulan
dalam setahun. Dengan menggunakan siklus sinodik bulan, bilangan hari dalam
satu tahunnya adalah (12 x 29,53059 hari = 354,36708 hari).Hal inilah yang
menjelaskan 1 tahun Kalender Hijriah lebih pendek sekitar 11 hari dibanding
dengan 1 tahun Kalender Masehi.
Faktanya, siklus sinodik bulan bervariasi. Jumlah hari dalam satu bulan
dalam Kalender Hijriah bergantung pada posisi bulan, bumi dan matahari. Usia
bulan yang mencapai 30 hari bersesuaian dengan terjadinya bulan baru (new moon)
di titik apooge, yaitu jarak
terjauh antara bulan dan bumi, dan pada saat yang bersamaan, bumi berada pada
jarak terdekatnya dengan matahari (perihelion). Sementara
itu, satu bulan yang berlangsung 29 hari bertepatan dengan saat terjadinya
bulan baru di perige (jarak terdekat
bulan dengan bumi) dengan bumi berada di titik terjauhnya dari matahari
(aphelion). dari sini terlihat bahwa usia bulan tidak tetap melainkan
berubah-ubah (29 - 30 hari) sesuai dengan kedudukan ketiga benda langit
tersebut (Bulan,
Bumi dan Matahari)
Penentuan awal bulan (new moon) ditandai dengan munculnya
penampakan (visibilitas) Bulan Sabit pertama kali (hilal) setelah bulan
baru (konjungsi atau ijtimak). Pada fase ini, Bulan terbenam sesaat setelah
terbenamnya Matahari, sehingga posisi hilal berada di ufuk barat. Jika hilal
tidak dapat terlihat pada hari ke-29, maka jumlah hari pada bulan tersebut
dibulatkan menjadi 30 hari. Tidak ada aturan khusus bulan-bulan mana saja yang
memiliki 29 hari, dan mana yang memiliki 30 hari. Semuanya tergantung pada
penampakan hilal.
Bulan
Muharram bagi umat Islam dipahami sebagai bulan Hijrahnya Nabi Muhammad SAW
dari Makkah ke Madinah 14 abad silam, yang sebelumnya bernama “Yastrib”.
Sebenarnya kejadian hijrah Rasulullah tersebut terjadi pada malam tanggal
27 Shafar dan sampai di Yastrib (Madinah) pada tanggal 12 Rabiul awal. Adapun
pemahaman bulan Muharram sebagai bulan Hijrah Nabi, karena bulan Muharram
adalah bulan yang pertama dalam kalender Qamariyah yang oleh Umar bin Khattab,
yang ketika itu beliau sebagai khalifah kedua sesudah Abu Bakar, dijadikan
titik awal mula kalender bagi umat Islam dengan diberi nama Tahun Hijriah
Dari penjelasan
diatas kita bisa menarik kesimpulan bahwa tahun baru hijriyah dan tahun baru
masehi adalah berbeda dari segi sejarah dan maknanya. Tahun Baru Masehi
dirayakan untuk mengingat penobatan
Julius Caesar sebagai Kaisar Roma
pada tahun 45 SM, sedangkan Tahun Baru Hijriyah untuk mengingat Hijrahnya
Rasulullah SAW dari Mekkah ke Madinah.
Seperti kita
ketahui, saat ini semua orang hampir diseluruh belahan negara merayakan
pergantian tahun pada tanggal 1 Januari setiap tahunnya. Dan kita juga tidak
menyadari bahwa setiap tahun kita ikut merayakan kebudayaan Bangsa Romawi.
Apakah pantas sebagai seorang
muslimah atau sebagai orang Islam, kita mengikuti perayaan tahun baru masehi
yang identik dengan berfoya-foya. Manfaat apa yang kita dapat dari bertahun
baru masehi. Padahal kita sebagai Orang Islam memiliki tahun baru sendiri yang
patut kita renungkan dan pikirkan, apa makna dan dampak dari berhijrahnya Nabi
Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah, tetapi kita lebih mengagung-agungkan tahun
baru masehi daripada tahun baru hijriyah.
Pergantian tahun baru menandakan
berkurangnya waktu kita hidup didunia, amalan apa yang sudah kita kumpulkan
untuk menemui Rabb kita. Apakah kita termasuk orang-orang yang merugi atau
orang yang untung, seperti pada Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat ke 103 Surat Al ‘Asr
وَالْعَصْرِ ﴿103:1﴾
إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ
﴿103:2﴾
إِلَّا الَّذِينَ
آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ
وَتَوَاصَوْا
بِالصَّبْرِ ﴿103:3﴾
“Demi Masa. Sesungguhnya Manusia Benar-benar
dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan dan
saling berwasiat dengan kebenaran dan saling berwasiat dengan kesabaran.”
Sudahkah
kita memiliki ciri-ciri manusia seperti yang tertuang di dalam surat ke 103
surat Al-‘Asr dan hadits tersebut. Jika belum, mari kita berfastabiqul khoirot untuk mencapai
kebaikan bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar