Rabu, 19 Juni 2013

ASAL-USUL PERINGATAN TAHUN BARU


Detik berganti detik, menit berganti menit, jam berganti jam, hari berganti hari, bulan berganti bulan dan akhirnya tahun berganti tahun. Ada yang memaknai setiap detik kehidupannya dan ada juga yang menyia-nyiakan hidupnya dengan bermaksiat atau dengan melalaikan perintah agama. Manusia terlahir di dunia untuk menunggu giliran mati, tapi pergantian tahun dirayakan dengan gaya yang hedonis. Seolah-olah tidak ingat bahwa kematian telah mengintai kita. Kematian bagaikan bom waktu, apabila sudah habis waktu hidup di dunia, maka ia akan meledak. Kematian mengintai kita, tapi apa yang sudah kita lakukan saat menunggu kematian itu. Bekal apa yang sudah kita kumpulkan untuk menemui Allah SWT.
Setiap kejadian didunia ini pasti memiliki sebab-akibatnya. Perayaan tahun baru memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Mengingat perayaan tahun baru adalah hanya peringatan yang berbau budaya, bukan ibadah. Tahun baru masehi dan tahun baru hijriyah memiliki latar belakang yang berbeda. Sudahkah kiita mengetahuinya. Jika belum mengetahuinya, mengapa kita ikut berfoya-foya sambil mengucapkan selamat tahun baru kepada semua orang. Bisa jadi, kita termasuk orang yang mengakui budaya roma yang saat itu memiliki kepercayaan memiliki banyak tuhan. Setiap kali tahun baru hijriyah, hanya sedikit orang yang mengucapkan “Selamat Tahun Baru Hijriyah” dan itu pun terasa biasa-biasa aja, tidak mengena esensi yang tertuang di dalam pergantian Tahun Hijriyah. Namun, jika yang berganti adalah tahun baru masehi atau tahun baru cina. Semuanya langsung menganalisa keberuntungannya di tahun yang baru. Bukankah jalan hidup selanjutnya adalah rahasia Allah SWT.
Berbicara mengenai tahun baru, tahukah kita apa itu tahun baru. Tahun baru adalah suatu perayaan di mana suatu budaya merayakan berakhirnya masa satu tahun dan menandai dimulainya hitungan tahun selanjutnya. Budaya yang mempunyai kalender tahunan semuanya mempunyai perayaan tahun baru.
Secara Nasional, Hari tahun baru di Indonesia jatuh pada tanggal 1 Januari karena Indonesia mengadopsi kalender Gregorian, sama seperti mayoritas negara-negara di dunia. Di dunia ini banyak macam-macam tahun baru, apalagi di Indonesia. Ada tahun baru saka, tahun baru cina, dan tahun baru hijriyah, dan tahun baru lainnya.
Tahun Baru pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM.  Tidak lama setelah Julius Caesar dinobatkan sebagai kaisar Roma, ia memutuskan untuk mengganti penanggalan tradisional Romawi yang telah diciptakan sejak abad ketujuh SM. Dalam mendesain kalender baru ini, Julius Caesar dibantu oleh Sosigenes, seorang ahli astronomi dari Iskandariyah, yang menyarankan agar penanggalan baru itu dibuat dengan mengikuti revolusi matahari, sebagaimana yang dilakukan orang-orang Mesir. Satu tahun dalam penanggalan baru itu dihitung sebanyak 365 seperempat hari dan Caesar menambahkan 67 hari pada tahun 45 SM sehingga tahun 46 SM dimulai pada 1 Januari. Caesar juga memerintahkan agar setiap empat tahun, satu hari ditambahkan kepada bulan Februari, yang secara teoritis bisa menghindari penyimpangan dalam kalender baru ini. Tidak lama sebelum Caesar terbunuh di tahun 44 SM, dia mengubah nama bulan Quintilis dengan namanya, yaitu Julius atau Juli. Kemudian, nama bulan Sextilis diganti dengan nama pengganti Julius Caesar, Kaisar Augustus, menjadi bulan Agustus.
Penentuan dimulainya sebuah hari/tanggal pada Kalender Hijriyah berbeda dengan pada Kalender Masehi. Pada sistem Kalender Masehi, sebuah hari/tanggal dimulai pada pukul 00.00 waktu setempat. Namun pada sistem Kalender Hijriah, sebuah hari/tanggal dimulai ketika terbenamnya matahari di tempat tersebut.
Kalender Hijriyah dibangun berdasarkan rata-rata silkus sinodik bulan kalender lunar (qomariyah), memiliki 12 bulan dalam setahun. Dengan menggunakan siklus sinodik bulan, bilangan hari dalam satu tahunnya adalah (12 x 29,53059 hari = 354,36708 hari).Hal inilah yang menjelaskan 1 tahun Kalender Hijriah lebih pendek sekitar 11 hari dibanding dengan 1 tahun Kalender Masehi.
Faktanya, siklus sinodik bulan bervariasi. Jumlah hari dalam satu bulan dalam Kalender Hijriah bergantung pada posisi bulan, bumi dan matahari. Usia bulan yang mencapai 30 hari bersesuaian dengan terjadinya bulan baru (new moon) di titik apooge, yaitu jarak terjauh antara bulan dan bumi, dan pada saat yang bersamaan, bumi berada pada jarak terdekatnya dengan matahari (perihelion). Sementara itu, satu bulan yang berlangsung 29 hari bertepatan dengan saat terjadinya bulan baru di perige (jarak terdekat bulan dengan bumi) dengan bumi berada di titik terjauhnya dari matahari (aphelion). dari sini terlihat bahwa usia bulan tidak tetap melainkan berubah-ubah (29 - 30 hari) sesuai dengan kedudukan ketiga benda langit tersebut (Bulan, Bumi dan Matahari)
Penentuan awal bulan (new moon) ditandai dengan munculnya penampakan (visibilitas) Bulan Sabit pertama kali (hilal) setelah bulan baru (konjungsi atau ijtimak). Pada fase ini, Bulan terbenam sesaat setelah terbenamnya Matahari, sehingga posisi hilal berada di ufuk barat. Jika hilal tidak dapat terlihat pada hari ke-29, maka jumlah hari pada bulan tersebut dibulatkan menjadi 30 hari. Tidak ada aturan khusus bulan-bulan mana saja yang memiliki 29 hari, dan mana yang memiliki 30 hari. Semuanya tergantung pada penampakan hilal.
Bulan Muharram bagi umat Islam dipahami sebagai bulan Hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah 14 abad silam, yang sebelumnya bernama “Yastrib”. Sebenarnya  kejadian hijrah Rasulullah tersebut terjadi pada malam tanggal 27 Shafar dan sampai di Yastrib (Madinah) pada tanggal 12 Rabiul awal. Adapun pemahaman bulan Muharram sebagai bulan Hijrah Nabi, karena bulan Muharram adalah bulan yang pertama dalam kalender Qamariyah yang oleh Umar bin Khattab, yang ketika itu beliau sebagai khalifah kedua sesudah Abu Bakar, dijadikan titik awal mula kalender bagi umat Islam dengan diberi nama Tahun Hijriah
Dari penjelasan diatas kita bisa menarik kesimpulan bahwa tahun baru hijriyah dan tahun baru masehi adalah berbeda dari segi sejarah dan maknanya. Tahun Baru Masehi dirayakan untuk mengingat penobatan  Julius Caesar sebagai Kaisar  Roma pada tahun 45 SM, sedangkan Tahun Baru Hijriyah untuk mengingat Hijrahnya Rasulullah SAW dari Mekkah ke Madinah. 
Seperti kita ketahui, saat ini semua orang hampir diseluruh belahan negara merayakan pergantian tahun pada tanggal 1 Januari setiap tahunnya. Dan kita juga tidak menyadari bahwa setiap tahun kita ikut merayakan kebudayaan Bangsa Romawi.
Apakah pantas sebagai seorang muslimah atau sebagai orang Islam, kita mengikuti perayaan tahun baru masehi yang identik dengan berfoya-foya. Manfaat apa yang kita dapat dari bertahun baru masehi. Padahal kita sebagai Orang Islam memiliki tahun baru sendiri yang patut kita renungkan dan pikirkan, apa makna dan dampak dari berhijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah, tetapi kita lebih mengagung-agungkan tahun baru masehi daripada tahun baru hijriyah. 
Pergantian tahun baru menandakan berkurangnya waktu kita hidup didunia, amalan apa yang sudah kita kumpulkan untuk menemui Rabb kita. Apakah kita termasuk orang-orang yang merugi atau orang yang untung, seperti pada Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat ke  103 Surat Al ‘Asr

وَالْعَصْرِ ﴿103:1﴾
إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ ﴿103:2﴾ 
إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ
وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ ﴿103:3﴾
 “Demi Masa. Sesungguhnya Manusia Benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan dan saling berwasiat dengan kebenaran dan saling berwasiat dengan kesabaran.”
Sudahkah kita memiliki ciri-ciri manusia seperti yang tertuang di dalam surat ke 103 surat Al-‘Asr dan hadits tersebut. Jika belum, mari kita berfastabiqul khoirot untuk mencapai kebaikan bersama.


Tidak ada komentar: