Sejarah anestesi
Eter
([CH3CH2]2O) adalah salah satu zat yang banyak digunakan sebagai anestesi dalam
dunia kedokteran hingga saat ini. Eter ditemukan seorang ahli kimia berkebangsaan Spanyol,
Raymundus Lullius pada
tahun 1275.
Lullius menamai eter "sweet vitriol". Eter pertama kali disintesis Valerius Cordus, ilmuwan
dari Jerman
pada tahun 1640.
Kemudian seorang ilmuwan bernama W.G. Frobenius mengubah
nama "sweet vitriol" menjadi eter pada tahun 1730. Sebelum penemuan
eter, Priestly menemukan gas nitrogen-oksida pada
tahun [[1777], dan berselang dua tahun dari temuannya itu, Davy menjelaskan kegunaan gas nitrogen-oksida dalam
menghilangkan rasa sakit.
Sebelum tahun 1844, gas eter maupun nitrogen-oksida banyak
digunakan untuk pesta mabuk-mabukan. Mereka menamai zat tersebut "gas tertawa", karena
efek dari menghirup gas ini membuat orang tertawa dan lupa segalanya.
Penggunaan eter atau gas nitrogen-oksida sebagai penghilang
sakit dalam dunia kedokteran sebenarnya sudah dimulai Horace Wells sejak tahun 1844. Sebagai dokter gigi,
ia bereksperimen dengan nitrogen-oksida sebagai penghilang rasa sakit kepada
pasiennya saat dicabut giginya.
Sayangnya usahanya mempertontonkan di depan mahasiswa kedokteran John C. Warren di Rumah Sakit
Umum Massachusetts,
Boston
gagal, bahkan mendapat cemoohan. Usahanya diteruskan William Thomas Green Morton.
Morton adalah sesama dokter gigi
yang sempat buka praktik bersama Horace Wells pada tahun 1842. Ia lahir di Charlton, Massachusetts,
Amerika
Serikat pada tanggal 9 Agustus 1819. Pada usia 17 tahun,
ia sudah merantau ke Boston untuk berwirausaha. Beberapa tahun kemudian
mengambil kuliah
kedokteran gigi di Baltimore
College of Dental Surgery. Morton meneruskan kuliah di Harvard
pada tahun 1844
untuk memperoleh gelar dokter. Namun karena kesulitan biaya, tidak ia teruskan. Pada
tahun yang sama, ia menikah dengan Elizabeth Whitman dan
kembali membuka praktik giginya. Ia berkonsentrasi dalam membuat dan memasang
gigi palsu serta cabut gigi. Suatu pekerjaan yang membutuhkan cara
menghilangkan rasa sakit.
Morton berpikir untuk menggunakan gas nitrogen-oksida dalam
praktiknya sebagaimana yang dilakukan Wells. Kemudian ia meminta gas
nitrogen-oksida kepada Charles Jackson, seorang
ahli kimia ternama di sekolah
kedokteran Harvard. Namun Jackson justru menyarankan eter sebagai
pengganti gas nitrogen-oksida.
Morton menemukan efek bius eter lebih kuat dibanding gas
nitrogen-oksida. Bahkan pada tahun 1846 Morton mendemonstrasikan penggunaan eter dalam pembedahan
di rumah sakit umum Massachusetts. Saat pasien dokter Warren telah siap, Morton
mengeluarkan gas eter (atau disebutnya gas letheon) yang telah
dikemas dalam suatu kantong gas yang dipasang suatu alat seperti masker. Sesaat pasien yang
mengidap tumor
tersebut hilang kesadaran dan tertidur. Dokter Warren dengan sigap mengoperasi
tumor dan mengeluarkannya dari leher pasien hingga operasi selesai tanpa
hambatan berarti.
Tanggal 16 Oktober 1846 menjadi hari
bersejarah bagi dunia kedokteran. Demonstrasi Morton
berhasil dengan baik dan memicu penggunaan eter sebagai anestesi secara
besar-besaran. Revolusi pembedahan dimulai dan eter sebagai anestesi dipakai hingga
saat ini. Ia bukanlah yang pertama kali menggunakan anestesia, namun berkat
usahanyalah anestesia diakui dunia kedokteran. Wajar jika Morton masuk dalam
100 orang paling berpengaruh dalam sejarah dunia dalam buku yang ditulis William H. Hart beberapa
tahun yang lalu.
Di balik kesuksesan zat anestesi dalam membius pasien, para
penemu dan penggagas zat anestesi telah terbius ketamakan mereka untuk memiliki
dan mendapatkan penghasilan dari paten anestesi yang telah digunakan seluruh dokter di seluruh
bagian dunia.
Terjadilah perseteruan di antara Morton, Wells, dan Jackson.
Masing-masing mengklaim zat anestesi adalah hasil penemuannya. Di tempat
berbeda, seorang dokter bernama Crawford W. Long telah
menggunakan eter sebagai zat anestesi sejak tahun 1842, empat tahun sebelum
Morton memublikasikan ke masyarakat luas. Ia telah menggunakan eter di setiap
operasi bedahnya. Sayang, ia tidak memublikasikannya, hanya mempraktikkan untuk
pasien-pasiennya. Sementara ketiga dokter dan ilmuwan yang awalnya adalah tiga
sahabat itu mulai besar kepala, dokter Long tetap menjalankan profesinya
sebagai dokter spesialis bedah.
Wells, Morton, dan Jackson menghabiskan hidupnya demi
pengakuan dari dunia bahwa zat anestesi merupakan hasil temuannya. Morton
selama dua puluh tahun menghabiskan waktu dan uangnya untuk mempromosikan hasil
temuannya. Ia mengalami masalah meskipun ia telah mendaftarkan hak patennya di lembaga paten Amerika
Serikat (U.S. Patent No. 4848, November 12, 1846). Ketika tahun 1847 dunia kedokteran
mengetahui, zat yang digunakan adalah eter yang telah digunakan sejak abad 16,
Morton tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk mendapat keuntungan dari
patennya. Jackson juga mengklaim, dirinya juga berhak atas penemuan tersebut.
Ketika Akademi
Kedokteran Prancis menganugerahkan penghargaan Monthyon yang
bernilai 5.000 frank
di tahun 1846,
Morton menolak untuk membaginya dengan Jackson. Ia mengklaim, penemuan tersebut
adalah miliknya pribadi. Sementara itu, Wells mencoba eksperimen dengan zat
lain (kloroform)
sebagai bahan anestesi.
Selama bertahun-tahun Morton menghabiskan waktu dan materi
untuk mengklaim patennya. Ia mulai stres dan tidak memedulikan lagi klinik giginya. Morton
meninggal tanggal 15 Juli 1868 di usia 49 tahun di Rumah Sakit St. Luke's,
New York.
Begitu juga dengan Jackson yang meninggal dalam keadaan gila dan Wells yang
meninggal secara mengenaskan dengan cara bunuh diri.(Dewi
Marthaningtyas:"Terbius Memburu Paten Gas Tertawa", Cakrawala,
2005).
Dalam membius pasien, dokter anestesi memberikan obat-obatan (suntik, hirup, ataupun lewat mulut) yang bertujuan
menghilangkan rasa sakit (pain killer), menidurkan, dan membuat tenang (paraytic
drug). Pemberian ketiga macam obat itu disebut triangulasi.
Bermacam obat bius yang digunakan dalam anestesi saat ini
seperti:
- Thiopental (pertama
kali digunakan pada tahun 1934)
- Benzodiazepine
Intravena
- Propofol (2,6-di-isopropyl-phenol)
- Etomidate (suatu
derifat imidazole)
- Ketamine (suatu derifat piperidine, dikenal
juga sebagai 'Debu Malaikat'/'PCP'
(phencyclidine)
- Halothane (d 1951 Charles
W. Suckling, 1956 James Raventos)
- Enflurane (d 1963 u
1972), isoflurane (d 1965 u
1971), desflurane, sevoflurane
- Opioid-opioid sintetik baru - fentanyl (d 1960 Paul Janssen), alfentanil, sufentanil (1981), remifentanil, meperidine
- Neurosteroid
Sering terjadi pasien ternyata dapat merasa dan sadar dari
pengaruh bius akibat obat pembius yang tidak bekerja dengan efektif. Secara statistik,
Dr. Peter Sebel, ahli anestesi
dari Universitas Emory yang
dikutip Time
terbitan 3 November 1997
mengungkapkan bahwa dari 20 juta pasien yang dioperasi setiap tahunnya di Amerika
Serikat, 40.000 orang mengalami gejala siuman tersebut. Untuk
mengatasi masalah ini, dalam pertemuan tahunan sekitar bulan Oktober 1997, Persatuan
Dokter Ahli Anestesi Amerika ditawari suatu alat yang disebut Bispectral
Index Monitor yang akan memberi peringatan bahwa pasien yang
sedang dioperasi mengalami gejala siuman atau menjelang "bangun dari
tidurnya".Penemu
alat tersebut adalah Dr. Nassib Chamoun,
seorang dokter ahli saraf (neurologist) asal Yordania.
Dengan menggunakan prinsip kerja dari alat yang sudah ada, yaitu piranti yang
disebut EEG
(Electroencephalography).
Alat yang ditemukan Dr. Chamoun itu mampu memonitor potensi listrik
yang ditimbulkan oleh aktivitas "jaringan otak manusia".
Alat ini dapat menunjukkan derajat
kondisi siuman pasien yang sedang menjalani suatu pembedahan.
Angka "100" menunjukkan pasien dalam keadaan "siuman
sepenuhnya". Bila jarum menunjukkan angka "60" berarti pasien
dalam kondisi "siap untuk dioperasi". Angka "0" menandakan pasien
mengalami "koma yang dalam".
Dengan mengamati derajat siuman dari alat ini, dokter
anestesi dapat menambahkan obat pembiusan apabila diperlukan, atau memberikan
dosis perawatan kepada pasien yang telah mengalami kondisi ideal untuk
dilakukan operasi.
Di samping itu, dokter bedah dapat dengan tenang menyelesaikan operasinya
sesuai rencana yang telah ditetapkan.
Pemilihan teknik anestesi adalah suatu hal yang kompleks,
memerlukan kesepakatan dan pengetahuan yang dalam baik antara pasien dan
faktor-faktor pembedahan. Dalam beberapa kelompok populasi
pasien, pembiusan regional
ternyata lebih baik daripada pembiusan total.Blokade
neuraksial bisa mengurangi
resiko thrombosis vena, emboli paru, transfusi, pneumonia,
tekanan pernafasan, infark miokardial dan
kegagalan ginjal.
ETER
Kegunaan eter :
Sebagai pelarut dan obat bius (anestesi) pada operasi. Dietil eter adalah obat bius yang diberikan melalui pernafasan, metil ters-butil eter (MTBE) sebagai zat aditif bensin yaitu untuk menaikkan nilai oktan. http://smaniva.blogspot.com/2008/02/hidrokarbon.html
Kegunaan eter :
Sebagai pelarut dan obat bius (anestesi) pada operasi. Dietil eter adalah obat bius yang diberikan melalui pernafasan, metil ters-butil eter (MTBE) sebagai zat aditif bensin yaitu untuk menaikkan nilai oktan. http://smaniva.blogspot.com/2008/02/hidrokarbon.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar